Minggu, 21 Januari 2018

Janji Mentari Part#1



Janji Mentari

Ar, hari ini aku tetap melanjutkan rencana perjalan kita. Meski kini bangku di sebelahku ini kosong tak berpenghuni.
Kau tau, aku tetap mencetak tiket kita. Berharap tiba- tiba kau tetap melanjutkan liburan ini.

Entahlah apa mungkin salahku yang kurang peka atau terlambat menyadari kisah kita selama ini. Aku yang menjadi bahan bulian penggemar mu, aku yang kadang di teror via telepon karna terlalu dekat denganmu. Dan aku yang sempat dikira istrimu ketika menemanimu datang di acara Reunian SMA mu. Aku hanya menanggapi itu biasa saja. Karna kita memang teman, tak pernah terlintas dibenaku bahwa itu adalah sebuah rasa.

Rasa yang yang dulu biasa saja tiba- tiba berubah menjadi istimewa. Namun sangat disayangkan aku tersadar itu ketika semuanya sudah tak berarti lagi.

Hari ini, tanggal ini yang mestinya perjalanan kita, liburan kita berganti menjadi hari bahagiamu, tapi sayangnya itu bukan denganku.

Masih membekas di ingatan ku Ar, seminggu yang lalu tanpa sepengetahuanmu, ibu mu sempat mengajak bertemu denganku.
Ibu meminta izin pada ku, agar aku melepaskanmu, meminta aku menjauh dari hidupmu.

Sungguh awalnya aku tak mengerti apa maksudnya ini, bukankah selama ini kita hanya berteman biasa saja. Tak ada ikatan, janji atau ada hubungan istimewa apapun itu.

Dan aku baru menyadari setelah ibumu bercerita, kamu menolak perjodohan itu demi aku. Kamu memendam rasa istimewa itu demi aku. Kamu khawatir jika rasa itu di ungkapkan kita akan berubah dan menjauh. Dan ibumu juga sempat bercerita bahwa sebenarnya rencana liburan kita ke kotaku itu adalah untuk melamarku. Kamu meminta ibu juga ikut bersama kita dan ingin memberikan kejutan untuk ku.
Kenapa harus begitu Ar ?

Kini perasaan dan jiwaku jadi kacau, aku tak tahu harus bahagia atau sedih.
Aku juga tak pernah memahami, apakah aku ada rasa yang sama?. Di satu sisi kamu berniat bukan sekedar menjadi teman biasa , tapi lebih dari itu, inginkan ku jadi teman hidupmu. Menjalani hidup bersama hingga syurganya. Tapi di sisi yang lain kini ibumu meminta aku agar menjauhimu.

Jujur aku tergamang, tak tahu harus berkata apa, lidahku keluh untuk berkata- kata saat itu.
Aku masih tak percaya jika ini nyata.
Aku berharap kamu tiba- tiba datang dan menjelaskan semua ini.

Teman seperjuanganku, teman bahagiaku, teman nagisku, teman yang tahu baik buruknya aku itu kamu Aris Prananta. Dan kini harus ku lepaskan, harus ku ikhlaskan tuk menjadi teman hidup orang lain.

Tanpa kusadari butiran air jernih mengalir di pipi dan ku sekat perlahan.
Lamunanku terhenti ketika ada sesorang yang mengulurkan saputangan biru untuk ku. Sontak aku terkejut, ketika aku menunduk sandal gunung yang dikenakan seseorang itu tak asing bagiku.

Tiba- tiba rasa yang tadinya renyuh berubah bahagia. Ketika aku mulai mengakat kepala dan menolehnya ke samping, ternyata itu bukan kamu.
Kenapa harus mirip sendalnya. Aku menggerutu di dalam hati.
Harusnya aku sadar, orang ini tak mungkin kamu. Keretanya saja sudah melaju kencang sedari tadi. Dan dari awal aku tak nampak peredaramu di stasiun itu.

Mungkin sekarang disana saat ini ibumu sedang melingari cincin di jemari wanita pilihanya itu. Dan semuanya tersenyum bahagia.
Semoga kamu juga bahagia ya Ar, meski itu bukan denganku.

Seseorang yang sedari tadi tanpa aku sadari kehadiranya, duduk di sebelahku tanpa permisi , menyapa dan tersenyum kepadaku. Raut mukaku pun berubah murung lagi.

Upsss... Tiba- tiba aku tersadar, kenapa ada orang duduk di sebelahku, bukankah ini posisi bangku mu Ar, dan tiketnya pun aku masih cetak. Harusnya ini tetap kosong.


*Gerbong 9, Kereta Api Jurusan Jakarta - Yogyakarta.

*** Bersambung ***

#Kin_Chaniago
#JanjiMentari
#week1
#1week1post
#WiFiRegionalJakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar