Kamis, 15 Maret 2018

Jakarta Itu Ibu kota bukan Ibu Tiri

Jakarta Itu Ibu kota bukan Ibu Tiri

Warna- warni Ibu kota, gedung- gedung bertingkat, peluang kerja dan bisnis, fasilitas yang modern, mall dimana- mana, gemerlap malam serata kota yang hidup 24 jam,  seakan memberikan suguhan yang menggiurkan bagi para perantau menggantungkan nasibnya untuk perubahan yang lebih baik. Tak sedikit kisah pilu yang membawa aura negatif tentang Ibu kota, namun banyak juga kisah hebat dari orang-orang sukses di sana. Jakarta bak the beauty and the beast mencerminkan sebuah kota yang memiliki keindah aura positif dan aura negatif. Akan tetapi semua itu tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya.

Ada yang bilang Ibu kota itu lebih kejam dari pada Ibu tiri, jadi jangan pernah berani datang ke Jakarta. Namun hal itu tidak menyurtkan langkah ini tuk merantau ke sana. Aku berfikir jika orang lain bisa sukses di ibu kota, kenapa aku tidak, toh Allah ciptakan manusia itu semua sama.
Tapi langkah itu tak selamanya lurus, banyak lika- liku yang di jumpai. Keluarga tak begitu menyetujui, baik itu dari Ayah, Ibu dan si abang, alasnya karena aku anak satu- satunya perempuan di keluarga kami,  “kalau mau kerja di kota ini juga banyak, akan di carikan” kata si abang. Belum lagi beberapa saudara jauh yang hanya tau berita dari televisi atau cerita orang yang katanya Jakarta itu bahaya sarangnya kriminal, bahkan ada juga yang meremehkan “memang kamu bisa hidup di Ibu kota ?”, jlebb… semakin aku di pertanyakan maka semakin semangat niatku menuju kesana. sebenarnya bukan untuk pembuktian apa kata mereka, tapi tujuan tuk mencapai impian.

Semua saran aku cerna dengan baik, aku mencari informasi sebanyaknya tentang Jakarta, Alhamdulilah ada sepupu yang baik memberikan informasi positif tentang Jakarta, Dia sangat mendukung saudaranya merantau dan siap mencarikan informasi lowongan kerja. Dan ada juga teman baik yang sudah beberapa tahun kerja disana , dia memberikan motivasi positif tentang Jakarta, “kalau disini jangan khawatir soal kerjaan, gak sampe sebulan juga dapat asalkan punya skill yang mempuni”.

Cara merantauku mungkin bisa dibilang unik, aku tak menyebutnya ini sebuah kebetulan, mungkin sudah takdirnya. Datang pertama ke Jakarta karena ingin jalan- jalan ala backpacker bersama dua teman perempuan lainya, yang satu masih kuliah di Palembang dan satu lagi sudah lama kerja di Jakarta. Aku sudah meminta izin pada ibu beberapa bulan sebelumnya, sehabis sidang kuliah mengejar target wisuda membuatku agak stress dan ingin refreshing sejenak, barulah nanti benar- benar fokus cari kerja. Dan sempat bilang akan membawa beberapa baju formal, laptop serta dokument penting yang diperlukan sembari untuk melamar pekerjaan disana.

Proses merayu ibu lumayan panjang tuk memastikan bahwa jangan khawatir anak gadisnya akan baik- baik saja disana, dan  akhirnya disetujui dengan syarat selepas jalan- jalan cari kerja disana hanya diberi waktu seminggu, jika tidak harus pulang.

Dengan modal do’a restu orang tua dan selalu libatkan Allah setiap langkah, aku yakin kesana. Allah tau kita mampu asalkan tetap berusaha dan selalu berprasangka baik padanya, karena Allah sesuai prasangka hambanya. Jika berpikirnya baik Insyallah akan baik sebaliknya jika dari awal sudah negatif, lantas bagaimana Allah percaya akan jadi positif, kalau kitanya saja berpikiran negatif?.

awalnya sempat merasa asing disini, baik di ruangan, di area gedung, lobi bahkan di food court sekalipun begitu banyak orang asing, dari berbagai negara. Dari sini aku merasa, yang menggantungkan nasibnya sebagai perantauan di Ibu kota itu tak selamannya dari luar daerah, bahkan dari luar negri pun juga ada, meskipun kedudukan jabatanya berbeda baik dia jadi manager, CEO, ataupun investor tetap saja mereka mengantungkan keuntungan bisnisnya di sini. Apapun itu banyak sisi positifnya seakan menjadi magnet tuk menarik menghampiri Ibu kota.

Banyak fakta positif yang aku temui selama disini, pernah beberapa kali pergi interview aku sering menanyakan alamat dan mendapatka respon pertolongan yang sangat baik bahkan ada yang pernah menghantarkan sampai kantor tujuan, walaupun tujuan orang itu berlawanan arah.

Sebelumnya aku aktif di dunia kerelawanan di Palembang, dan Alhamdulillah seakan semesta mengiringi langkah kebaikan ini, aku dipertemukan kembali dengan lingkaran positif disini. Ekspektasi orang- orang selama ini tentang Ibu kota itu penuh dengan kriminalitas, induvidualis dan jarang ada tolong- menolong tak selamanya benar, masih banyak orang- orang baik disini, yang rela mengorbankan baik waktu, tenaga, maupun hartanya untuk kebaikan.

Mulai dari sini lah aku banyak belajar tentang kehidupan, Ibu kota bukan hanya tempat menggantungkan nasib mencari uang sebanyak- banyaknya untuk menumpuk kekayaan sendiri, namun masih banyak lingkaran positif yang memperhatikan kepentingan orang lain.

Aku menyebutnya ini terjerumus dilembah kebaikan, disini aku banyak dipertemukan dengan penggerak kebaikan, dulu pernah ikut serta sebagai panitia lokal kelas Inspirasi Palembang #1 dan ternyaat disini jauh lebih besar pergerakanya bukan hanya satu atau dua wilayah tapi sejabodetabek. Dan memang disini lah kantor pusat untuk program pergerakanya dari Indonesia Mengajar.

Mereka menyebarkan kebaikan melalui berbagi inspirasi tentang profesi masing- masing ke sekolah- sekolah marginal bahkan sampai ke pelosok- pelosok daerah. Dan aku kembali terjerumus di atap yang sama namun berbeda program yaitu Ruang Belajar, disini pergerakan relawan menyebarkan virus positif untuk guru- guru di daerah, berbagi metode belajar kreatif, agar anak- anak di negri ini meski sekolah di daerah pelosok tetap mendapatkan hak yang sama dalam menerima  pelajaran yang lebih kreatif untuk meningkatkan  semangat belajar mereka.

Seakan terjerumus lebih dalam, masih berkaitan dengan pendidikan, aku ikut serta berbagi ilmu bersama anak istimewa yang terpaksa hidup dijalan karena nasib mereka yang kurang beruntung, aku dipertemukan dengan Komunitas Peduli Pendidikan Anak Jalanan (KOPPAJA) cabang bekasi tepatnya, karena kebetulan tempat kerja pertama ku disana.

Meskipun tinggal di kabupatenya Bekasi yang masih pinggiran Ibu kota namun, tuk mengisi waktu pekanan aku sering membagi waktu ke Jakarta mengikuti lingkaran positif ini. Menghilangkan kepenatan senin hingga Jum’at yang sudah penuh dengan kegiatan duniawi. Dan beruntungnya aku tak sendiri merasakan hal ini, masih banyak ratusan hingga ribuan yang berfikiran sama. Karena hidup ini singkat, Allah tak memberikan waktu kita menetap selamanya di Bumi, maka manfaatkan waktu sebaik- baiknya.

Relawan itu ibarat saudara yang terpisah, jadi dimanapun berada meski baru bertemu langsung dengan hangatnya menyambut relawan baru. Sempat terpikir betapa beruntungnya memilih jalan menjadi relawan, memilih jalan kebaikan, karena dengan ini banyak cara Allah lancarkan semua urusan apalagi tentang kebaikan dan dipertemukan dengan saudar- saudara baru yang begitu baik.

Aku juga melanjutkan dunia kerelawanan yang selama ini aku ikuti di Rumah Zakat Palembang, dan sangat beruntungnya lembaga ini ada di seluruh Indonesia, untuk kesekian kalinya aku dipertemukan lagi dengan orang- orang baik, bukan satu cabang tapi juga sejabodetabek. dan aku fokus di Relawan Nusantara Bekasi, disini bukan sekedar tentang pendidikan yang di perhatikan, ada juga bidang pemberdayaan ekonomi, lingkungan, kebencanaan dan peduli kemanusia lainya.

Sebenarnya masih banyak lagi komunitas kebaikan yang memperhatikan kepentingan orang lain seperti, Wakaf cinta Al-qur’an, mereka menyalurkan Al-qur’an, fasilitas mengaji dan memeberi kegiatan mentoring keislaman hingga pelosok negri, ada cahaya Anak Negri, Yayasan Education religion bee Entertainment yang peduli anak jalanan dan dhuafa, Saung garpu yang peduli akan pendidikan anak di kampung pemulung, sedekah harian, laskar sedekah, Clean Action yang peduli akan sampah, beberapa komunitas peduli kanker, perlindungan untuk kekerasan pada wanita dan anak serta masih banyak lagi komunitas lainya.

Seakan ini sebagai fakta yang aku temui bahwa, Jakarta itu Ibu kota bukan Ibu tiri, tak selamanya semua di pandang dengan negatif. Semesta mempunyai aura yang menyertai hidup kita baik itu positif atau negatif, ia akan menyertai langkah sesuai apa yang kita pancarkan, seperti hal prasangka baik kepada Allah, maka jika kita ingin menjumpai yang baik- baik teruslah berbuat baik dan berprasangkalah yang baik. Dan yang pasti lakukan lah itu dengan ketulusan hati semua karena Allah tanpa pamrih, biarkan kebaikan itu dengan sendirinya mengalir menjadi bekal kita kelak menuju hari akhirNya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar