Sabtu, 10 Februari 2018

Bukan Cinta Dewasa



Bukan Cinta Dewasa

“Seringkali kita mencari pembenaran diri. Mengatasnamakan itu cinta dewasa. Hal ini lah yang terkadang menjerumuskan kita lebih dalam lagi ke jurang yang kita ciptakan sendiri. Sadar ataupun tidak kita terlalu larut dalam dunia kita sendiri tanpa adanya kepastian”.

Ku mulai melangkah menuju kapal yang masih berasandar di pelabuhan. Hampir 5 jam aku menunggu berdesak- desakan di pelabuhan ini. Dua hari terakhir ternyata cuaca buruk ombak tinggi hampir mencapai 6 Meter. Kerumunan orang- orang dimana - mana dan mulai berdesakan memaksa ingin lebih dahulu memasuki kapal.

Kali ini kota tujuanku Palembang. Kota yang sekarang mulai melejit bersaing membangun fasilitas umum seperti di Ibu kota. Aku memiliki sahabat baik disana, Diska. Mendadak aku memohon cuti kerja. Aku butuh waktu untuk menata kembali kepingan hati yang hampir menjadi serpihan ini. Beruntungnya si Boss mengizinkan. Masih jelas dalam ingatanku pertengkaran hebat kemarin. Aku meminta kepastian tentang hubungan selama ini. Berdalih mengatasnamakan cinta dewasa, sudah saling paham dan dijalani saja tanpa adanya ikatan sah semakin membuatku jengah. Dulu kujalani saja, toh kita sudah dewasa ini, menjalaninya dengan normal tanpa pernah berbuat yang aneh, bahkan bergandengan tangan pun tak pernah.

Ternyata semua itu salah, selama ini kami membuat pembenaran diri, terperangakap dalam lingkaran perasaan yang diciptakan sendiri. Sebenarnya setahun yang lalu pernah aku tanyakan kepastian ini. “memang kamu sudah siap menikah, bagaimana karir kamu yang mulai naik, karir aku juga dan tentunya kamu harus merelakan ketika nantinya mempunyai anak, kamu bisa ?, kalau aku belum”. Itulah jawaban yang dia ucapkan. Dan kemarin pun jawabanya kurang lebih sama, walaupun saat ini dia sudah mapan di sebuah perusahaan ternama. “kamu lupa sama mimpi kita Ra, membangun bisnis tour travel dan kelak kita keliling dunia bersama”. Itu kata terakhir yang diucapkanya sebelum aku mengucapkan meminta pisah.

Keputusan ini seakan mengingatkanku pada kejadian seminggu lalu yang sangat menohok hati. Ketika kami singgah di masjid salah satu mall, karena jam sudah menunjukan waktunya Sholat Magrib. Selesai sholat ada seorang ibu yang menyapa ku, “nak yang berjalan berdampingan tadi itu suami mu kah ?”. “Bukan bu dia teman dekat saya”. Di zaman millenials ini masih ada yang menanyakan hal yang sudah biasa. “oww.. saya pikir suaminya, sepertinya kalian berdua bukan sekedar teman biasa, kenapa tidak menikah saja, daripada sekarang kalian menuju mendekati zina”. Ibu itu berkata dengan lembut, namun menusuk hingga relung hati. Tak berapa lama aku pamit undur diri terlebih dahulu. “Oh ya kalau ada waktu luang, minggu ini ada kajian membahas tentang itu kamu datang ya”. “Insyallah bu”. Semenjak kejadian itu aku mulai berfikir apa iya yang kami lakukan itu sudah mendekati zina ?.

Karena masih merasa benar akhirnya aku hadir pada kajian itu. Jelas saja kajian itu mengupas tuntas tentang hal yang sedang kami jalanin. Pada intinya dalam Islam itu tak ada yang namanya pacaran, tunangan, friend zone atau apalah itu, kemana- mana selalu bersama tanpa ikatan yang sah. Dan dijelaskan juga beberapa hal tentang zina, ternyata zina bukan tentang berzina perbuatan keji saja, ada juga zina mata, hati perasaan dan lainya yang membuka ruang kepada seytan ikut bermaina di dalamnya. Air mata yang sedari tadi aku tahan tak terbendung lagi, ku berlari menuju tempat wudhu dan menangis sejadi-jadinya. “ya Allah terlalu besar dosa yang aku lakukan bersamanya selama ini. Bahkan sampai bertahun- tahun menjalin hubungan tanpa ikatan yang sah.

kapal pun berlabuh,  aku melanjutkan perjalanan ke stasiun kereta api di Lampung untuk menuju tujuan akhir ke kota Palembang. Terlihat agak rumit sepertinya, beberapa kali berhenti dan beralih angkutan umum lainya .
Namun aku menikmatinya, setiap perjalananini, aku menemui banyak cerita- cerita tersendiri.

Diska sudah menanti di depan gerbang. "Asalamualaikum Diska, akhirnya kita bertemu lagi”. “Oh ya kenalin ini abang aku Hanif”. Diska  memperkenalkan Abangnya, dia sangat sopan hanya menyimpukan tangan ke dadanya seakan tak ingin bersalaman dan tersenyum. Sambutan keluarga Diska sangat hangat, pantas saja Diska memiliki kepribadian yang baik, mungkin ini yang diajarkan dari keluarganya yang sangat ramah tamah. Malam itu sangat syahdu, menikmati jamuan makan malam masakan khas Palembang Pindang kepala Ikan Gabus dan sambal mangga membuat aku  terharu. suasananya mengingatkanku kepada keluarga nan jauh di Kediri.

Setelah di kamar, barulah aku bercerita semuanya. "Ternyata selama ini aku salah Dis, salah menempatkan kasih sayang yang tak semestinya ada sebelum ikatan itu sah, dan itu sudah bertahun- tahun”. Air mata mulai mengalir. “Tak mengapa Ra, berarti Allah masih sayang sama kamu, Allah menegurmu sebelum dosa itu semakin menggunung. Lalu bagaimana dengan si Dia, apakah kamu sudah menjelaskan alasan kenapa kamu minta pisah?”. Aku masih bingung menjelaskanya Dis. kemarin aku hanya meminta kejelasan hubungan ini, namun dia masih belum siap, dan aku lansung meminta pisah”. “Harusnya kamu jelaskan pelan- pelan Ra, mungkin kalian bisa sama- sama hijrah”. malam itu banyak nasehat yang aku dapatkan dari Diska dan aku merasa lebih baik dari sebelumnya.

Hand phone bergetar, terlihat itu dari si Dia. Aku mencoba berdamai dengan hati dan mulai mendengarkan sapaanya. “Halo Sayang, kemana aja, aku khawatir dari kemarin kamu gak ada kabar?”. “Asalamualaiku kiki, jujur aku masih sayang sama kamu ki, tapi aku tak bisa lagi terusan begini, kasih sayang yang kita lakukan ini salah. Tak semestinya kasih sayang ini berbunga hingga merekah ketempat yang tak semestinya. Tanpa ada ikatan sah, kita sudah memberikan ruang pada seytan bermain didalamnya ki.” Tangisku pun mulai pecah.

“Kamu bicara apa sih Ra, selama ini kita  tak pernah pun melakukan hal yang aneh, toh kita sudah dewasa ini."
“Iya ki, tapi dalam Islam tidak mengajarkan demikian, kita salah ki, jika memang kamu bilang ini cinta dewasa, harusnya kita menikah ki agar Allah lebih restu. Aku kasih kamu waktu untuk berfikir 2 hari dan besok ada kajian di Masjid mall yang seminggu lalu kita datangi. Datanglah dan resapi. Jika kamu masih dengan jawaban yang sama seperti kemarin, aku mundur ki, lebih baik kita pisah. Aku melakukan ini karena ingin rasa kasih sayang ini benar pada tempatnya yang sah  dan adanya karena Allah. Bukan karena pembenaran diri lagi."


Ternyata Allah lebih sayang, menunjukan kebenaran yang sesungguhnya atas keseriusan si Dia selama ini dan aku pun mulai menata hati tuk mengikhlaskanya. 


@Kin_Chaniago
#week3
#1week1post
#WiFiRegionalJakarta


Kamis, 01 Februari 2018

Janji Mentari Part#2




Janji Mentari 

"Maaf mbak bangku sebelahnya kosong ya ?". orang asing yang duduk disampingku sedari tadi senyum- senyum sendiri mulai berbicara. Tiba- tiba aku merasa kesal sama orang ini, ya Allah maafkan perasaan kesalku. Ternyata mas ini mau numpang duduk, karena dia mengajak keponakanya dan ingin tidur, karena kasihan mas ini mencari tempat kosong untuk duduk. Aku yang masih kesal tetap memeprsilahkany duduk, gak ada alasan buat aku tuk melarangnya, walaupun tiket ini masih aku pegang.

"Nama saya Arman", si mas ini mengulurkan tangan memperkenalkan diri, responku masih datar dan menyimpu tangan kedada, tak mau berjabat tangan yang bukan muhrimnya. Dan lagi- lagi dia tesenyum. Dia tetep kekeh menanyakan nama ku, " oh ya nama kamu siapa?"."kiara" jawabku dengan singkat. saat ini Aku sedang malas untuk berbicara, tuk mengalihkannya pandanganku kembali ke jendela kereta api. 

Ar, sekarang mulai senja, ini juga yang ingin kita lihat bersama bukan, senja jingga yang merona di balik jendela. Tapi hari ini tidak seperti yang kota bayangkan, meski mentari mulai izin pamit, dilangit mulai mendung kelabu, seakan semesta pun ikut serta akan perasaan ini. Aghh... Apalah aku masih mengingtmu, yang sekarang ini untuk sekedar bericerita pun sudah tak boleh.

Handphone ku bergetar, ternyata dari Arny , teman kerja ku dan Aris. Tapi aku lagi malas tuk berbicara dengan sesiapapun. Ku biarkan begitu saja, sengaja tak ku matikan handphone, khawatir nanti ada keluarga yang menelpon. "Mbak ada telepon", mas di sampingku berkomentar lagi. Biarkan saja mas gak begitu penting. 

Akhirnya sampai juga di kotaku. Kota yang inginya kita ciptakan kenangan disini. Tapi apalah daya. Mungkin Allah belum restu, mungkin ini teguran untuk kita Ar, bahwa semestinya sedari dulu kita tak sedekat ini, mestinya aku bisa menjaga jarak agar tak terciptanya perasaan itu. Banyak seytan yang ikut bermain tuk menjerumuskan kita. 

Aku jadi ingat beberapa hari lalu bertemu sahabat SMA ku. Lyla, dia sekarang bekerja di Jakarta, dia tampak syahdu dengan kerudung lebar yang menutupi tubuhnya, Hijrahnya mengenakan kerudung, merubah tingkahlakunya, membuat ia semakin Anggun. Dia tau semua kisah ini. Dan paling membuat menohok hati, ternyata kedekatan kita selama ini salah Ar, kemana- mana berdua, semua aktivitas dilakukan bersama, baik itu di tempat kerja ataupun aktivitas di luarnya. Itu salah, walaupun aku tak sempat berpikir ada perasaan apa- apa waktu itu,  walau kita juga tidak pernah berbuat yang aneh- aneh, tapi ternyata ada seytan- seytan yang mulai menjerumuskan kita.

"Ki, Tak semestinya hubungan lawan jenis yang bukan muhrimnya terlalu dekat seperti itu, hal itu bukan lagi seperti teman biasa. Harus ada batasnya, walau kamu bilang tidak ada apa- apa denganya, saat ini, kita tidak tau nantinya, dan kita tidak tau dengan perasaan Aris, banyak seytan yang mulai beraksi menjerumuskan dan mulai mempermainkan perasaan kalian". hati- hati bermain hati ki, perasaan itu seringkali berbolak balik. Kata- kata itu dulu pernah Lyla ucapkan di telepon, ketika aku sering bercerita kegiatanku selama di Jakarta, menceritakan teman- teman disini dan termasuk cerita Aku dan Aris.

Dan ternyata itu benar, hal yang dikhawatirkan Lyla terjadi. Lyla sempat berpesan " ikhlaskan Aris, ki mungkin bukan takdirnya, toh walau kamu tak ada perasaan sekalipun, kamu tidak boleh bersamanya terus, dia akan ada kehidupan lain dan itu membuat kecemburuan nantinya baik dari keluarganya bahkan Allah sekalipun akan cemburu jika kalian terus bersama tanpa ada ikatan yang sah. Bukan sekedar cemburu bisa jadi Allah akan Murka". kata- kata itu memang pelan dan lembut diucapkan Lyla, tapi bagiku itu seakan tamparan keras mengingatkanku bahwa itu salah.

Ya Allah, sejahat itu kah perasan ini, seakan membuat pembenaran diri selama ini, sibuk dengan dunia kami sendiri tanpa mempertimbangkan banyak memberikan ruang untuk seytan bermain di dalamnya. Kata- kata Lyla membuatku tersadar selama ini banyak hal yang tak semestinya aku dan aris lakukaan besama. Tak semestinya aku atau Aris saling bergantung, merasa ada yang kurang jika tak berasama dan sekarang merasa kehilangn. Mungkin saat ini lah imbas yang harus aku dan Aris terima, Allah belum restu akan takdir yang kami ciptakan sendiri. 

"Mbak sudah sampai", ucapan pak kusir delman memecah lamunanku. Entahlah akhir- akhir ini aku jadi banyak melamun. Memikirkan hal- hal yang tak semestinya ada lagi. Aku coba tuk ikhlas, aku coba tuk lebih dekat pada sang pemilik hati ini yang mungkin selama ini banyak terabaikan. Tapi masih saja begini. Mungkin aku belum bisa seperti Lyla, hijrah semua karna Allah. Tapi ada satu hal lagi yang aku suka dari Lyla, dia tak pernah menyalahkan atau menghakimuku, dia selalu mendukung perubahnku dan tak bosan memberikan saran walau kadang kuabaikan. Dia tetap selalu mengungatkanku agar berubah lebih baik dan lebih dekat dengan Allah.

Langakah kaki sudah dekat menuju pintu rumah, dan mulai saat ini tak ada kesedihan, tak ada lagi keresahan, semua serahkan Pada yang punya takdir. Aku harus kuat menjalani hidup tanpa Aris dan harus bisa jadi Makhluk Allah yang hanya bersandar kepadanya bukan dengan yang lain. 

Langkah ini terhenti, ketika terdengar suara yang tak asing bagiku yang berasal dari dalam rumah. Terlihat di depan pintu banyak sandal dan sepatu disana. Pagi- pagi sudah ada tamu, gumamku dalam hati. Tapi... Tunggu sandal gunung itu tak asing bagi ku...

*** Bersambung ***

@Kin_Chaniago
#JanjiMentari2

#week2
#1week1post
#WiFiRegionalJakarta