Kamis, 01 Februari 2018

Janji Mentari Part#2




Janji Mentari 

"Maaf mbak bangku sebelahnya kosong ya ?". orang asing yang duduk disampingku sedari tadi senyum- senyum sendiri mulai berbicara. Tiba- tiba aku merasa kesal sama orang ini, ya Allah maafkan perasaan kesalku. Ternyata mas ini mau numpang duduk, karena dia mengajak keponakanya dan ingin tidur, karena kasihan mas ini mencari tempat kosong untuk duduk. Aku yang masih kesal tetap memeprsilahkany duduk, gak ada alasan buat aku tuk melarangnya, walaupun tiket ini masih aku pegang.

"Nama saya Arman", si mas ini mengulurkan tangan memperkenalkan diri, responku masih datar dan menyimpu tangan kedada, tak mau berjabat tangan yang bukan muhrimnya. Dan lagi- lagi dia tesenyum. Dia tetep kekeh menanyakan nama ku, " oh ya nama kamu siapa?"."kiara" jawabku dengan singkat. saat ini Aku sedang malas untuk berbicara, tuk mengalihkannya pandanganku kembali ke jendela kereta api. 

Ar, sekarang mulai senja, ini juga yang ingin kita lihat bersama bukan, senja jingga yang merona di balik jendela. Tapi hari ini tidak seperti yang kota bayangkan, meski mentari mulai izin pamit, dilangit mulai mendung kelabu, seakan semesta pun ikut serta akan perasaan ini. Aghh... Apalah aku masih mengingtmu, yang sekarang ini untuk sekedar bericerita pun sudah tak boleh.

Handphone ku bergetar, ternyata dari Arny , teman kerja ku dan Aris. Tapi aku lagi malas tuk berbicara dengan sesiapapun. Ku biarkan begitu saja, sengaja tak ku matikan handphone, khawatir nanti ada keluarga yang menelpon. "Mbak ada telepon", mas di sampingku berkomentar lagi. Biarkan saja mas gak begitu penting. 

Akhirnya sampai juga di kotaku. Kota yang inginya kita ciptakan kenangan disini. Tapi apalah daya. Mungkin Allah belum restu, mungkin ini teguran untuk kita Ar, bahwa semestinya sedari dulu kita tak sedekat ini, mestinya aku bisa menjaga jarak agar tak terciptanya perasaan itu. Banyak seytan yang ikut bermain tuk menjerumuskan kita. 

Aku jadi ingat beberapa hari lalu bertemu sahabat SMA ku. Lyla, dia sekarang bekerja di Jakarta, dia tampak syahdu dengan kerudung lebar yang menutupi tubuhnya, Hijrahnya mengenakan kerudung, merubah tingkahlakunya, membuat ia semakin Anggun. Dia tau semua kisah ini. Dan paling membuat menohok hati, ternyata kedekatan kita selama ini salah Ar, kemana- mana berdua, semua aktivitas dilakukan bersama, baik itu di tempat kerja ataupun aktivitas di luarnya. Itu salah, walaupun aku tak sempat berpikir ada perasaan apa- apa waktu itu,  walau kita juga tidak pernah berbuat yang aneh- aneh, tapi ternyata ada seytan- seytan yang mulai menjerumuskan kita.

"Ki, Tak semestinya hubungan lawan jenis yang bukan muhrimnya terlalu dekat seperti itu, hal itu bukan lagi seperti teman biasa. Harus ada batasnya, walau kamu bilang tidak ada apa- apa denganya, saat ini, kita tidak tau nantinya, dan kita tidak tau dengan perasaan Aris, banyak seytan yang mulai beraksi menjerumuskan dan mulai mempermainkan perasaan kalian". hati- hati bermain hati ki, perasaan itu seringkali berbolak balik. Kata- kata itu dulu pernah Lyla ucapkan di telepon, ketika aku sering bercerita kegiatanku selama di Jakarta, menceritakan teman- teman disini dan termasuk cerita Aku dan Aris.

Dan ternyata itu benar, hal yang dikhawatirkan Lyla terjadi. Lyla sempat berpesan " ikhlaskan Aris, ki mungkin bukan takdirnya, toh walau kamu tak ada perasaan sekalipun, kamu tidak boleh bersamanya terus, dia akan ada kehidupan lain dan itu membuat kecemburuan nantinya baik dari keluarganya bahkan Allah sekalipun akan cemburu jika kalian terus bersama tanpa ada ikatan yang sah. Bukan sekedar cemburu bisa jadi Allah akan Murka". kata- kata itu memang pelan dan lembut diucapkan Lyla, tapi bagiku itu seakan tamparan keras mengingatkanku bahwa itu salah.

Ya Allah, sejahat itu kah perasan ini, seakan membuat pembenaran diri selama ini, sibuk dengan dunia kami sendiri tanpa mempertimbangkan banyak memberikan ruang untuk seytan bermain di dalamnya. Kata- kata Lyla membuatku tersadar selama ini banyak hal yang tak semestinya aku dan aris lakukaan besama. Tak semestinya aku atau Aris saling bergantung, merasa ada yang kurang jika tak berasama dan sekarang merasa kehilangn. Mungkin saat ini lah imbas yang harus aku dan Aris terima, Allah belum restu akan takdir yang kami ciptakan sendiri. 

"Mbak sudah sampai", ucapan pak kusir delman memecah lamunanku. Entahlah akhir- akhir ini aku jadi banyak melamun. Memikirkan hal- hal yang tak semestinya ada lagi. Aku coba tuk ikhlas, aku coba tuk lebih dekat pada sang pemilik hati ini yang mungkin selama ini banyak terabaikan. Tapi masih saja begini. Mungkin aku belum bisa seperti Lyla, hijrah semua karna Allah. Tapi ada satu hal lagi yang aku suka dari Lyla, dia tak pernah menyalahkan atau menghakimuku, dia selalu mendukung perubahnku dan tak bosan memberikan saran walau kadang kuabaikan. Dia tetap selalu mengungatkanku agar berubah lebih baik dan lebih dekat dengan Allah.

Langakah kaki sudah dekat menuju pintu rumah, dan mulai saat ini tak ada kesedihan, tak ada lagi keresahan, semua serahkan Pada yang punya takdir. Aku harus kuat menjalani hidup tanpa Aris dan harus bisa jadi Makhluk Allah yang hanya bersandar kepadanya bukan dengan yang lain. 

Langkah ini terhenti, ketika terdengar suara yang tak asing bagiku yang berasal dari dalam rumah. Terlihat di depan pintu banyak sandal dan sepatu disana. Pagi- pagi sudah ada tamu, gumamku dalam hati. Tapi... Tunggu sandal gunung itu tak asing bagi ku...

*** Bersambung ***

@Kin_Chaniago
#JanjiMentari2

#week2
#1week1post
#WiFiRegionalJakarta





Tidak ada komentar:

Posting Komentar