Selasa, 24 April 2018

Janji mentari #Final

Janji mentari



Langakah kaki terhenti, ketika terdengar suara yang tak asing bagiku berasal dari dalam rumah. Terlihat di depan pintu banyak sandal dan sepatu disana. Pagi- pagi sudah ada tamu, tanyaku dalam hati. Tapi... Tunggu sandal gunung itu tak asing bagi ku...

Perlahan aku mulai melangkah menuju pintu rumah Asalamualaikum, waalaikumussalam terdengar jawab salam serentak dari dalam rumah. Aku terdiam seketika, perasaan yang ku abaikan tentang suara itu dan sandal itu ternyata bener ada dia, orang yang aku jumpai di kereta kemarin dan kenapa ada kamu juga Ar ? bukankah seharusnya saat ini kamu lagi bahagia- bahagianya bersama orang yang kemarin kamu lamar. Dan ada ibumu juga.


"Hey..hey .. Kiara kamu mau berdiri disitu terus  sampai kapan ?"sapaannya membuatku tersadar dari lamunan, yah ini benar suara kamu Ar. kamu ngapain sih kesini, mana calon istrimu ? . Tiba- tiba aku jadi ketus padanya sembari aku mulai menghampiri mbok dan bapak yang duduk berdampingan sambil sungkeman. Dan ada ibunya Aris juga yang duduk berhadapan dengan orangtuaku. " ibu ikutan juga" aku menghapirinya dan sumkeman juga dengan ibunya. "ihh... kamu kok begitu sih Ki ?"Aris agak kesal aku berkata ketus kepadanya.


Mas Arman yang dari tadi duduk dikursi pojokan seperti biasanya senyum- senyum saja. Sepertinya itu ekspresi andalanya. " Hai... Kiara kita bertemu lagi. Maaf belum sempat cerita aku temannya Aris dan ia minta tolong ditemani ke rumah kamu". Respon ku hanya senyum kecut, sekenario apa yang lagi mereka jalankan. " Loh, mas Arman bukanya bersama keponakanya  ya tadi di kereta, kok gak di ajak ?". "Oww mereka sudah pulang tadi di jemput sama bapaknya".


Aku seakan tak memperdulikan keberadaan Aris dan langsung menuju kamarku " mbok, pak, ibu, Kiara ke kamar dulu ya". Entahlah rasa apa ini mau senang atau sedih. Bukan kah aku baru saja berazam bahwa  ketika menginjakan lagi kaki di kota ini  aku harus ikhlas dengan semua ketentuan Allah dan melepaskanya dengan indah, memulai  semuanya dengan lembaran baru. "Ya Allah ujian kah ini?".


Terdengar suara ketukan pintu, " Ndok, ini mbok, boleh masuk kan ?".' Iya mbok". "Ndok , kok kamu begitu sama Aris, bukanya kalian memang janjian datang berdua. Sebenarnya aku bingung mulai dari mana tuk menceritakanya. Kemarin aku tak ingin memberitahukan lewat telepon, ku pikir sampai dirumah baru lah bercerita. Namun kini aku jadi serba salah tuk menceritakanya, Aris tiba- tiba muncul lagi dan sekarang tepat ada di rumahku.
" Ya udah kamu bersih- bersih dulu nanti baru cerita lagi, dan langsung ke luar ya, jangan di kamar terus, kasihan Aris dan keluarganya telah menunggumu lama."

Sontak aku tekejut ketika  baru membuka pintu kamar, terlihat Aris mengeluarkan kotak cantik berwarna biru " Ya pak  saya ingin serius menikahi Kiara, meminta izin peralihan tanggung jawab bapak kepada saya atas kiara." langkah ini terhenti sejenak, apakah ini mimpi, seakan keadaan sedang mempermainkan perasaanku, di saat terpuruk aku susah tuk bangkit, dan ketika sudah bangkit tuk lembaran baru mengikhlaskan tuk melepaskanya sepenuh hati, ternyata Allah punya rencana yang lain.

"Bapak tak bisa kasih keputusan langsung nak Aris, karena yang berhak menjawab itu hanya Kiara karena dialah akan menjalaninya, ndok mari sini," aku masih menahan berdiri di depan pintu kamar berlahan menghapiri mereka. "Ar cerita apa lagi ini yang sedang kalian permainkan, aku masih gak ngerti dengan semua ini?." Berlahan Ibu Aris menghampiriku sambil merangkul pundak ku. "Ki, maafkan ibu ya yang kemarin, selama ini ibu lah yang salah terlalu egois bermimi punya mantu dari teman ibu, tanpa memperhatikan perasaan Aris dan kamu."

"Iya Ki, sebenarnya aku waktu itu bingung tuk menjelaskanya sama kamu, aku menunggu waktu yang tepat, ketika aku tau ibu mengajak kamu ketemuan, di satu sisi restu dan ridho ibu itu yang utama di satu sisi aku tak bisa mendustai perasaan itu juga." Aku melihat ketulusan yang terpacar dari muka Aris. Astagfirullah, gak boleh mesti jaga pandangan, kamu buka Kiara yang dulu Ki, aku mengingatkan diriku sendiri.  Terus bagaimana calon Istrimu yang disana dan bagaiman hubungan ibu dengan temannya? aku tak mau kebahagian yang ingin aku ciptakan ada orang - orang yang tersakiti, aku lebih baik mengalah Ar, jika memang Allah berkehendak lain aku iklas tuk melepaskanya.”

Alhamdulillah Ki, semua sudah jalan yang di takdirkan oleh Allah, satu hari sebelum lamaran calonku meras ragu, karena diapun  tak merasakan apaun perasaan diantara kita. Dia meminta aku tuk meyakinkanya jika memang kita berjodoh, namun aku tak bisa membendung tuk mengukapkan rasa yang sebenarnya, dia pun memahaminya dan meminta semuanya dibatalkan.” Aku masih saja mematung, masih merasa apakah ini nyata, apakah ini benar- benar terjadi dan bukan mimpi.? Sontak diamku dikejutkan tiba- tiba Aris menghampiriku lebih dekat. Kiara Arinda binti Abullah, bersediakah kau menjadi istriku sang pemilik kota hatiku yang sah bagiNya dan kelak menghabiskan waktu menanti sang mentari terbit dan menghantarnya pulang disaat senja bersama ?

"Selayaknya Janji Mentari, yang tak pernah ingkar pada langit, ia akan hadir dan pulang pada waktu yang telah ditentukan, tak perna sedetik waktu terlewatkan hanya pada langit. Dan begitupula lah janji ini kan hadir dan pulang hanya tertuju padamu tak kan melewatkanya dengan yang lain.”

@Kin_Chaniago

-- The End --

#JanjiMentari
#week12
#1week1post
#WiFiRegionalJakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar